Diskusi Kasus dan Analisis Teori Public Relations
Oleh : Aris Setia Rini
165120207111059
Ilmu Komunikasi/FISIP/Univeristas Brawijaya
Berbicara public terdapat kasus-kasus yang
sebenarnya meanrik untuk diteliti. Ternyata hal-hal yang dilakukan oleh praktisi
public relations selalu memiiki landasan teorinya. Mari kita melakiukan Diskusi
Kasus dan Analisi Teori Public Relations
Kasus 1 : Kenapa Kita Harus Memantau dan
Mengidentifikasi Berita?
Badrun, mhs kom UB, sedang kerja magang di Hotel Savanah (HS)
Malang. Badrun mendapat tugas dari Manajer PR HS untuk melakukan monitoring
terhadap pemberitaan surat kabar. Badrun diminta melakukan: (a) klipping opini
pembaca yang dimuat di surat kabar tentang HS; (b) analisis berita-berita surat
kabar di rubrik seputar Malang, untuk mengetahui tema-tema beritanya. Mendapat
tugas itu, Badrun bertanya-tanya dalam hati: “Untuk apa saya melakukan
klipping? Untuk apa tema-tema pemberitaan selama 3 bulan harus saya pantau?”
Pada kasus seperti yang di alami, maka
kita bisa menggunakan Teori Integrasi Informasi. Jika Badrun
bertanya kenapa dia harus memantau pemberitaan terhadap Hotel Savanah, itu
karena informasi-informasi yang diberitakan oleh media akan sangat mempengaruhi
citra dari organisasi tersebut dan seorang praktisi public relations harus
mampu mengidentifikasi informasi mengenai organisasinya. Berbicara tentang
Teori Integrasi Informasi, teori ini adalah teori yang menjelaskan tentang
pengorgabisasian pesan atau informasi yang dikemukakan oleh Martyin Feishbein.
Menurut teori ini organisasi mengakumulasikan dan mengorganisasikan informasi
yang diperolehnya tentang sekelompok orang, objek, situasi atau ide-ide untuk
membentuk sikap yang sesuai dengan konsep yang terbentuk dari hasil penerimaan
informasi tersebut (Little John, 1997:234-240). Menurut Feishbein yang dikutip
dari Little John mengemukakan bahwa merujuk pada teori ini semua informasi
memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi orang untuk memiliki sikap tertentu.
Pada dasarnya, informasi memegang peran penting
dalam pembentukan sikap. Akumulasi informasi yang diserap seseorang dapat
menimbulka dampak :
1.
Informasi
dapat merubah derajat kepercayaan seseorang terhadap suatu objek
2.
Informasi
dapat mengubah kredibilitas kepercayaan seseorang yang suydah dimiliki
seseorang
3.
Informasi
dapat menambah kepercayaan baru yang telah ada dalam struktur sikap
Maka jelas, Badrun harus mampu
mengintegrasikan informasi-informasi mengenai Hotel Savanah agar mampu
mengidentifikasi keadaan dan persepsi publik terhadap Hotel Savana selama 3
bulan belakangan. Badrun harus mampu mengidentifikasi Apakah
informasi-informasi tersebut mampu mempengaruhi orang dan seberapa besar
dampaknya. Besar tidaknya pengaruh tersebut tergantung kepada dua hal yaitu :
valensi dan bobot penilaian, sebagai berikut :
1. Valens, berarti sejauh mana suatu
informasi mendukung apa yang sudah menjadi kepercayaan seseorang. Suatu
informais dikatakan positif apabila informasi tersebut mendukung kepercayaan
yang telah ada dalam diri seseorang sebelumnya. Sedangkan jika yang terjadi
adalah sebaliknya, maka informasi itu dapat dipandang sebagai sesuatu hal yang
negatif. Dalam aspek penilaian ini Badrun harus mampu mengidentifikasi
pemberitaan selama 3 bulan belakangan apakah emngarah pada hal positif atau negatif
2. Bobot penilaian, yang berkaitan dengan
tingkat kredibilitas informasi tersebut. Maksudnya apabila seseorang melihat
informasi tersebut sebagai suatu kebenaran berarti ia memberikan penilaian yang
tinggi terhadap informasi tersebut. sementara jika yang terjadi adalah
sebaliknya, maka penilaian yang diberikan pun akan rendah (Littlejohn, 1996:
137-138). Dalam hal ini Badrun harus mampu bersikap analitis dalam menilai
sebuah informasi
Jadi, menurut teori ini seseorang akan
mengintegrasikan sebuah pesan dan inforemasi untuk membentuk sebuah sikap yang
akan dipilihnya. Informasi yang dapat mempengaruhi sikap seseorang adalah
informasi yang mendukung untuk meyakinkan seseorang.
Dengan penjelasan di atas maka seorang
praktisi public relations sangat perlu untuk mengidentifikasi pemberitaan
terhadap organisasinya. Dengan begitu, kita dapat menilai bagaimana sikap
publik terhadap organisasi kita saat itu. Sebuah sikap merupakan sebuah
akumulasi dari informasi tentang sesuatu, objek, orang, situasi atau pengalaman.
Maka apabila sikap publik cenderung negatif terhadap organisasi kita maka patut
kita analisis pemberitaan di media mengenai organisasi kita pada saat itu.
Semangat Badrun untuk Klipping dan Pemantauannya! Sekarang kita lanjutkan ke
kasus berikutnya.
Kasus 2 : Apa yang harus dilakukan
Praktisi PR ketika tidak bisa menjawab pertanyaan Wartawan?
Seorang wartawan melakukan wawancara dengan humas UB tentang
terjadinya suatu kebijakan. UB membuat kebijakan baru, yaitu melarang mahasiswa
merokok di areal kampus UB. Saat ditanya wartawan, humas UB menjawab: “Saya
belum bisa memberikan jawaban sekarang.. Sy mesti meminta izin dulu ke
pimpinan”.
Seorang
Praktisi Public Relations harusnya mampu bersikap kritis dan mengetahui
permasalahn yang sedang terjadi dalam organisasinya. Apa yang dilakukan Humas
UB dengan tidak menjawab pertanyaan wartawan secara langsung menjukkan
ketidaktahuan humas tersebut terhadap keadaan organisasinya. Namun, menurut
saya apa yang dilakukan oleh humas tersebut tidak sepenuhnya salah. Jika kita
identifikasi dengan Teori Public Relations, maka Humas tersebut sedang
melakukan Apologia, dimana ia sedang mempertahankan citra diri dan
perusahaannya. Jika memang Humas UB tersebut menjawab sedemikian rupa
dikarenakan ketidakpahaman dia tentang kasus yang sedang terjadi, maka itu
adalah sikap mempertahankan diri karena jika dia sampai salah menjelaskan maka
akan mengakibatkan perbedaan persepsi. Meskipun tidak memahami kasus yang
sedang terjadi seorang praktisi public relations harus mampu merespon segara
perttanyaan.
Menurut Keith Michael Hearit (Hearit,
K.M,. 2005) bahwa melalui corporate apologia organisasi memiliki maksud utuk
mempertahankan reputasinya dengan cara menyampaikan penyangkalan, penejlasan
atau permintaan maaf yang merupakan suatu respon atau tuduhan bahwa perusahaan
telah berbuat salah.
Menurut
Ware & Linkugel Individu dalam menghadapi tuduhan akan melakukan :
1. Menyatakan dirinya tidak bersalah
2. Menjelaskan definisi
3. Menjustifikasi kualitas
4. Mencoba menanyakan lagi argumen orang lain
yang menuduhnya
Apalogia ditawarkan sebagai sebuah upaya
organisasi dalam menghandle krisis. Coombs (2010) menyebut bahwa teori apologia
berperan penting bagi pengembangan penelitian komunikasi krisis. Prinsip dari
teori ini adalah keselamatan stakeholder dengan mencegah stakeholder dari
bahaya kerusakan atau kerugian fisik, ekonomi, sosial budaya, dan psikologi. Teori
ini juga menjelaskan bahwa komunikasi krisis bisa disebut merespons krisis,
yaitu bagaian integral memperbaiki kerusakan yang disebabkan krisis dan melindungi
reputasi.
Dalam kasus di atas, perusahaan sedang
mengalami krisis atau kendala dalam penyampaian informasi ke publik. Pemberitaan
pasti sedang marak memberitakan tentang organisasi tersebut. public relations
dari organisasi tersebut pasti akan dikejar-kejar dan dicecar banyak
pertanyaan. Maka disinilah praktek penerapan apologia diterapkan. Jadi, saat
krisis apologia bisa kita angkat sebagai salah satu solusinya.
Apologia menurut Coombs 201o memiliki 2
jenis permintaan maaf penuh dan parsial. Apologi penuh berarti organisasi
mengakui bahwa telah terjadi krisis, menerima tanggung jawab dan menyyampaikan
permintaan maaf. Sementara apologi parsial diartikan sebagai ekspresi sederhana
berupa penyesalan atau pemberian perhatian kepada korban krisis.
Menurut Dionisopolous dan Vibbert 1988 dan
Ware & Linkugel 1973 terdapat 4 strategi apologia
1. Strategi menolak atau menyangkal
(denystrategy)
Strategi ini berisi pesan yang menolak dan menyangkal segala
tuduhan dan tuntutan dan menganggap tuduhan dan tuntutan tersebut salah dan
tidak ada dasar pijakannya
2. Strategi Bolstering
Organisasi berupaya meningkatkan kembali hal-hal positif yang
telah mereka lakukan di masa-masa sebelumnya untuk mengurangi hal-hal positif
yang telah mereka lakukan di masa-masa sebelumnya untuk mengurangi persepsi
negatif terhadap organisasi. Strategi ini fokus pada kekuatan dan keuntungan
yang telah diberikan organisasi kepada masyarakat. Melalui strategi bolstering,
organisasi mengidetifikasikan diri dengan sesuatu yang positif dimata
stakeholder
3. Strategi medefinisikan kembali atau
re-definition
Yaitu metode retorika yyang paling banyak digunakan dalam
corporate apologi. Re-definition yaitu ketika perusahaan dituduh berbuah
kesalahan perusahaan mendefinisikan kembali tuduhan sebagai perilaku imoral
menjadi bermoral
Lalu, strategi re-definition terbagi
menjadi 6 :
1.
Diferensiasi
: strategi ini berisi pesan yang meminta stakeholder untuk menunda penilaian
mereka terhadap organisasi sampai bukti-bukti dijelaskan
2.
Trasenden
: startegi ini hampir mirip dengan deferensiasi, namun trasenden mendefinisikan
kembali konteks dalam bentuk yang lebih luas, lebih abstrak dan mencapai
dimensi religius
3.
Provokasi
: strategi ini berisi klaim organisasi bahwa mereka hanya bereaksi terhadap
kerusakan yang dibuat pihak lain
4.
Itikad
baik : strategi ini berisi klaim organisasi telah mampu mempunyai itikad baik
dengan merumuskan kebijakan spesifik untuk mengatasi krisis meskipun kebijakan
itu masih menuai kritikan
5.
Minimisasi
: yaitu upaya organisasi mengurangi tanggung jawab dengan menyatakan bahwa
masalah yang terjadi adalah masalah kecil dan tidak memiliki dampak besar
6.
Pemisahan
bahwa kritik dan tuduhan tidak akurat dan tidak merefleksikan fakta yang
terjadi
Kekurangan dari sikap Humas pada kasus tersebut
adalah ia menggunakan kata-kata “menanyakan kepada pimpinan” yang berarti
terjadi kendala penyampaian informasi sehingga pihak Humas masih harus
menanyakan hal tersebut, padahal harusnya dia hanya cukup menjawan “saya masih
belum bisa menjawabnya sekarang”.
Kasus 3 : Mengoptimalkan kerja tim dalam
sebuah organisasi
Marmud adalah karyawan PT Makmur Sekali (MS). Marmud dikenal
memiliki prestasi bagus, produktivitas kerja tinggib dan kreatif. Dia sering
berkontribusi dalam meningkatkan penjualan produk karena kemampuannya
menawarkan produk dan mencari konsumen. Tetapi, di sisi lain, Marmud dikenal
juga sebagai trouble maker. Dia sering berulah, seperti sering membolos, sering
bertengkar dengan rekan kerja, lebih suka bekerja sendiri daripada dengan tim.
Tentu saja beberapa rekan kerja tidak menyukainya.
Wah, jika menghadapi karyawan berpotensi
tapi tidak kooperatif seperti Marmud apa yang harus dilakukan Manajer ya?
Pertama, seorang Public Relations dan Manajer harus
mampu mengidentifikasi penyebab perilaku Marmud yang seperti itu, hal ini
disebut Teori Atribusi. Teori Atribus menjelaskan bagaimana kita
mengetahui penyebab perilaku kita sendiri dan orang lain (Ardianto, 2010 :
109). Teori ini emncoba menjelaskan bahwa perilaku seseorang dapat kita teliti
dan dapat kita gunakan sebagai analisi mengapa seseorang dapat melakukan suatu
hal.
Kedua kita dapat
menerapkan teori Excelent dalam organisasi tersebut. Teori
Excellent menganggap bahwa public relations bu8ukan hanya berperan sebagai alat
persuasif atau sebagai komunikator untuk menyebarluaskan informasi saja, namun
dianggap sebagai profesioanl yang melaksanakan peran sebagai manajer yang
menggunakan penelitian dan dialog untuk membangun hubungan yang sehat dengan
publiknya (Kriyantoni, 2014). Peran tersebut menurut Lattimore, dkk mencangkup
3 hal yaitu Expert Prescriber, Communication Facilitator dan problem solving
facilitator. Kekuatan utama dari teori keunggulan adalah bahwa hal
itu menunjukkan pendekatan etis untuk PR. Dua arah simetri menyiratkan dialog
antara organisasi dan publik yang dipengaruhi oleh keputusan organisasi. Dari
empat model yang diberikan, memberikan keunggulan menonjol dengan cara simetris
dua model sebagai cara terbaik untuk praktik PR, menekankan “saling
menguntungkan,” “partisipasi,” dan “kolaborasi”.
Faktor-faktor excellent dikelompokan
kedalam 10 prinsip-prinsip keunggulan, dan kemudian dimasukkan kedalam delapan
variabel luas sebagai berikut :
Dengan peran tersebut seorang public
relations harus mampu mendeskripsikan permasalahan yang dialami Marmud,
mengkomunikasikan dengan Marmud dan Manajer mengenai keresahan yang sedang
terjadi di organisasi tersebut, lalu membuat pemecah terhadap masalah yang
sedang terjadi. Namun, public relations tidak dapat bergerak sendiri, ia harus
mendapat sokongan dari publik internal termasuk manajer dan karyawan agar dapat
menhatasi masalah yang sedang terjadi tersebut.
1.
Nilai komunikasi, seperti dilihat melalui CEO dan manajemen atas
organisasi, adalah ditemukan untuk menjadi indikatif hubungan-hubungan
masyarakat unggul.
2.
Konstribusi terhadap fungsi-fungsi organisasional strategis adalah sebuah
indikator keunggulan hubungan masyarakat yaitu sangat tergantung pada seberapa
tinggi nilai-nilai komunikasi CEO.
3.
Pelaksanaan peran manajemen adalah penting terhadap hubungan-hubungan
masyarakat termasuk didalam manajemen strategis. Peran-peran hubungan
masyarakat dapat dibagi kedalam kategori luas pada teknisi (berdasarkan pada
set keahlian, seperti penulisan berita) dan manajer (berdasarkan pada
pengetahuan manajemen bisnis, seperti penelitian, perencanaan, dan pemberian
masukan).
4.
Komponen krusial excelence theory adalah model hubungan
masyarakat yang lebih disukai oleh organisasi. Empat model hubungan masyarakat
telah dikembangkan : press agentry (publisitas), informasi
publik (diseminasi informasi akurat), komunikasi asimetris dua-arah (persuasi
ilmiah), dan komunikasi simetris dua-arah (pemahaman bersama). Kedua model
dua-arah adalah berdasarkan pada penelitian, kedua model satu-arah
menggambarkan hasil komunikasi sederhana dari organisasi.
5.
Potensi departemen komunikasi untuk pelaskanaan sebenarnya tipe ideal
hubungan masyarakat unggul adalah faktor lain dari keunggulan. Excelence
theory menyatakan bahwa model simetris dua-arah dan peran manajerial
harus keduanya dilakukan, dan potensi komunikator atas melakukannya berdasarkan
pada pengetahuannya. Pengetahuan metode penelitian perlu menggunakan sikap
model dua-arah sebuah permasalahan bagi beberapa pelaku, pembatasan potensinya
untuk keunggulan. Pengetahuan fungsi manajerial, seperti pembuatan anggaran,
pengevaluasian penelitian, penganganan staf, dan perencanaan tujuan-tujuan dan
sasaran-sasaran, adalah juga perlu untuk keunggulan.
6.
Tekanan aktivis pada organisasi menekan organisasi untuk berkomunikasi
dengan publik-publik eksternal. Studi keunggulan menggunakan tekanan aktivis
untuk menentukan dampak lingkungan organisasi pada keefektifan
hubungan-hubungan masyarakat.
7.
Budaya organisasional, struktur, dan variabel terkait-pekerja lain adalh
juga ditemukan untuk menjadi faktor keunggulan. Organisasi dengan budaya
partisipatif dari pada otoriter, organik dari pada mekanistik atau struktur
sangat bertahap, menghasilkan hubungan-hubungan masyarakat yang baik. Sistem
dialog, simetris pada komunikasi internal dan tingkat kepuasan kerja tinggi
juga berkonstribusi pada hubungan masyarakat yang unggul.
8. Penyertaan perbedaan,
khususnya sehubungan dengan status wanita dalam profesi-didominasi laki-laki,
adalah faktor keunggulan selanjutnya.
Faktor-faktor keunggulan ini dapat digunakan secara luas
untuk meningkatkan sekitar unit hubungan masyarakat. Bagaimanapun, mereka
menyatakan apakah signifikan secara statistik dan tidak mengungkapkan setiap
sifat yang dapat diinginkan pada hubungan masyarakat normatif.
Lalu yang
ketiga adalah menerpatkan Teori Sistem. Teori Sistem adalah sebuah
dasar kehidupan manusia yang saling berhubungan, bagaimana sistem dalam suatu
relasi itu bersifat dinamis dengan sistem lainnya (Kriyantono, 2014: 77).
Dengan teori ini praktisi public relations dan organisasi harus bekerja sama
dalam memngoptimalkan kerja dalam tim. Karena pada dasarnya komponen dalam
sebuah organisasi itu saling bergantung dan berhubungan.
Kasus 4 : Persepsi Publik
SDA tiba-tiba muncul dalam kampanye Prabowo saat pilpres dan
menyatakan secara terbuka mendukung Prabowo. Aksi SDA ini mendapat protes dari
sejumlah anggota partai, baik di Dewan pimpinan pusat maupun di daerah. Ada
yang menyebut aksi SDA sebagai pendapat pribadi dan tidak mewakili partai.
Saat peresmian Gedung FISIP A dan B menjadi nama dua professor,
muncul berbagai reaksi, baik dari mahasiswa, staf maupun dosen. Ada yang
mengatakan: “lho darimana ide itu? Siapa yg memprakarsainya? Apa dasarnya?
Wah.. Biasanya nama gedung diambil dari mereka yg sdh berpulang, hayo
siapa yang berani menempati professor X?...
Dalam kasus di atas
SDA muncul secara tiba-tiba mengagetkan halayak karena pernyataannya yang
mendukung Prabowo dalam kampanye. Sedangkan pada kasuys kedua terdapat banyak
pertanyaan dan spekulasi terhadap penamaan gedung A dan B FISIP. Dalam kedua
kasus tersebut terdapat kesamaan yaitu “Persepsi Publik”. Dimana
publik bermain dengann imajinasinya terhadap kedua kasus tersebut sampai
akhirnya menimbulkan persepsi yang mereka yakini sendiri. Sebagai praktisi
public relations kita haruslah mampu bersikap kritis dalam melihat sebuah
kasus. Jika kasus tersebut belum jelas sumber informasinya, maka kita harus
mencari sumber dengan sejelas-jelasnya. Hal ini dapat dijelaskan dengan
teori Uncertainty Reduction Theory. Teori ini berhubungan dengan
cara manusia mengumpulkan informasi untuk mengurangi ketidakpastian yang
dialami. Ketidakpastian diartikan sebagai ketidakmampuan individu untuk
memprediksi atau menjelaskan perilakunya dan perilaku orang lain (Kriyantino,
2014). Dikutip dari Kriyantono, 2014 ketidakpastian dapat dibedakan menjadi
dua. Yang pertama adalah ketidakpastian perilaku dimana seseorang bingung mana
yang akan dilakukannya maupun dilakukan orang lain. Ketidakpastian yang kedua
adalah ketidakpastian
kognisi yaitu ketidakpastian tentang apa yang harus dipikirkan terhadap sesuatu
maupun orang lain. Saat manusia mengalami ketidakpastian, manusia akan
termotivasi untuk mencari infromasi dan mengurangi ketidakpastian tersebut.
Selanjutnya Berger
dan Calabrese (1975) berpendapat bahwa uncertainty reduction memiliki proses
yang proaktif dan retroaktif. Uncertainty reduction yang proaktif yaitu ketika
seseorang berpikir tentang pilihan komunikasi sebelum benar-benar terikat
dengan orang lain. Uncertainty reduction yang retroaktif terdiri dari
usaha-usaha untuk menerangkan perilaku setelah pertemuan itu sendiri.
Asumsi
Teori ini dibingkai oleh 7 asumsi yaitu:
1.
People experience uncertainty in
interpersonal setting. Orang
mengalami ketidakpastian dalam latar interpersonal.
2.
Uncertainty is an aversive state,
generating cognitive stress.Ketidakpastian
adalah keadaan yang tidak mengenakkan, menimbulkan stress secara kognitif.
3.
When strangers meet, their
primary concern is to reduce their uncertainty or to increase
predictability. Ketika orang asing bertemu,
perhatian utama mereka adalah untuk mengurangi ketidakpastian mereka atau
meningkatkan predikbilitas.
4.
Interpersonal
Communication is a developmental process that occurs through stages. Komunikasi
interpersonal adalah sebuah proses perkembangan yang terjadi melalui
tahapan-tahapan.
5.
Interpersonal Communication is
the primary means of uncertainty reduction. Komunikasi
interpersonal adalah alat yang utama untuk mengurangi ketidakpastian.
6.
The quantity and nature of
information that people share change through time. Kuantitas
dan sifat informasi yang dibagi oleh orang akan berubah seiiring berjalannya
waktu.
7.
It is possible to predict
people’s behavior in a lawlike fashion. Sangat mungkin untuk
menduga perilaku orang dengan menggunakan cara seperti hukum.
Asumsi pertama
menjelaskan dalam mengatur interpersonal, orang merasakan ketidakpastian karena
adanya perbedaan harapan mengenai kejadian interpersonal. Pada saat ini orang
akan merasakan ketidakpastian cemas untuk bertemu orang lain.
Asumsi yang kedua
menyarankan bahwa ketidakpastian adalah merupakan keadaan yang tidak
mengenakkan. Dengan demikian berada di dalam ketikpstian membutuhkan energi
emosional dan psikologis yang tidak sedikit.
Asumsi ketiga ini
menjelaskan bahwa ketika orang asing bertemu, maka terdapat dua hal yang
penting :
1.
pengurangan ketidakpastian
2.
penambahan prediksi
Kasus 5 : Bagaimana agar media tertarik
meliput organisasi kita?
PT Hidup Sejahtera (HS) adalah perusahaan dengan produk asuransi
jiwa. Perusahaan ini adalah perusahaan besar. Tetapi, ternyata kalah dengan
perusahaan Besar Sekali (BS) yang berada di sebelahnya. BS bergerak di bidang
jasa catering. BS sering mendapat liputan media.
Pada era ini,
media massa seperti menjadi media yang paling mempengaruhi khalayak, itulah
sebabnya banyak organisasi yang berlomba-lomba untuk menampilkan produk maupu
kegiatannya di media massa. Hal ini dapat dijelaskan dengan teori Agenda
Building Information Subsidies. Teori ini menjadi dasar bagi public
relations untuk membuat program yang dapat mempengaruhi agenda media. Public
relations harus menemukan cara kreatif agar media mampu meliput kegiatan
perusahaannya. Sedangkat Information Subsidies adalah prinsip bahwa informasi
adalah sebuah power.
Teori Penentuan
Agenda (bahasa
Inggris: Agenda Setting Theory) adalah teori yang menyatakan bahwa
media massa berlaku merupakan pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan media
massa untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke dalam
agenda publik dengan mengarahkan kesadaran publik serta perhatiannya kepada
isu-isu yang dianggap penting oleh media massa. Dua asumsi dasar yang paling
mendasari penelitian tentang penentuan agenda adalah:
1. masyarakat pers dan mass media tidak
mencerminkan kenyataan; mereka menyaring dan membentuk isu;
2.
konsentrasi media massa hanya pada beberapa masalah
masyarakat untuk ditayangkan sebagai isu-isu yang lebih penting daripada
isu-isu lain;
Salah satu aspek yang paling penting dalam
konsep penentuan agenda adalah peran fenomena komunikasi massa, berbagai media
massa memiliki penentuan agenda yang potensial berbeda termasuk intervensi dari
pemodal
Fungsi penyusunan agenda telah dijelaskan oleh Donal
Shaw, Maxwell McCombs dan rekan-rekan mereka yang menulis bahwa, ada bukti
besar yang telah dikumpulkan bahwa penyunting dan penyiar memainkan bagian yang
penting dalam membentuk realitas sosial kita ketika mereka menjalankan tugas
keseharian mereka dalam memilih dan menampilakan berita. Pengaruh media massa
ini adalah kemampuan untuk memengaruhi perubahan kognitif antarindividu untuk
menyusun pemikiran mereka, telah diberi nama fungsi penyusunan agenda dari
komunikasi massa. Disini terletak pengaruh paling penting dari komunikasi
massa, kemampuannya untuk menata mental dan mengatur dunia kita bagi kita
sendiri. Singkatnya, media massa mungkin tidak berhasil dalam dalam memberi
kita apa yang harus dipikirkan, tetapi mereka secara mengejutkan berhasil dalam
memberitahu kita tentang apa yang harus kita pikirkan. Atau dengan kata lain,
penyusunan agenda membentuk gambaran atau isu yang penting dalam pikiran
masyarakat (Stephen W Littlejohn dan Karen
A Foss, 2009).
Berdasarkan
paragraf diatas dapat disimpulkan betapa kuatnya pengaruh media terhadap apa
yang difikirkan oleh audience-nya. Mungkin media belum tentu berhasil mengubah
sikap audience-nya, tapi media akan cukup memengaruhi apa yang difikirkan.
Dengan kata lain, media mampu memengaruhi atau justru menggiring persepsi
audience-nya.
Itulah yang membuat PT Hidup Sejahtera
kalah dengan Perusahaan Besar Sekali. Karena Perusahaan Besar Sekali mampu
memainkan peranan media dalam menginformasikan perusahaannya, jika
perusahaannya terus menerus diliput oleh media maka perusahaannya semakin
dikenal oleh khalayak. Maka, jika PT Hidup Sejahtera juga ingin seperti
Perusahaan Besar Sekali, maka public relation PT Hidup Sejahtera harus aktif
menjalin hubungan dengan Media dan melakukan agenda media yang dapat
mempengaruhi media supaya tertarik dengan kegiatan yang berlangsung dalam PT
Hidup Sejahtera.
Jadi
itu dia pembelajaran kita kali ini mengenai Analisis Kasus dengan teori-teori
public relation. Selamat Mempraktekkan!
Daftar
Pustaka
Kriyantono, R. (2014).
Teori Public Relations Perspektif Barat dan Lokal. Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group.
Kriyantono, R. (2012). Public
Relations Writing: Teknik Produksi
Media Public Relations dan Publisitas Korporat. Jakarta:
Kencana.
Rahmadani, Mutiara, Amanda Putri. Teori
Excellent Dalam Public Relations (Studi Kasus
dalam Penanganan Krisi Perusahaan PT Garuda Indonesia
Pasca Peristiwa Kecelakaan
Pesawat Boeing 737-400 GA-200 d\i Bandara Adi Sucipto
Yogyakarta). Diakses pada 28
Maret 2018 melalui
http://ikiloblogku.blogspot.co.id/2017/03/teori-excellence-dalam-
public-relations.html